Seperti diketahui, pada Maret 2022, kenaikan tahun ke tahun (yoy) inflasi AS telah mencapai 8,4 persen atau rekor tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Sebagai upaya lanjutan, selain kenaikan suku bunga, The Fed berencana menyusutkan neraca gemuk mereka yang sudah menyentuh USD9 triliun mulai Juni 2022.
Akibat aksi Fed, pasar keuangan global langsung merespons negatif. Pasalnya, inflasi global sampai saat ini masih belum bisa dikendalikan, adanya peningkatan inflasi akibat dampak perang Rusia-Ukraina, terhambatnya rantai pasokan dari Tiongkok terkait isolasi covid-19 yang sangat ketat, hingga langkah Uni Eropa yang menghentikan impor minyak dari Rusia.
Kenaikan suku bunga ini tentunya juga berdampak pada perekonomian Indonesia. Dengan naiknya suku bunga The Fed, Bank Indonesia (BI) tentu akan mengikuti kenaikan ini dengan menaikkan suku bunga acuannya. Hal ini akan memicu terjadinya tekanan ekonomi di Indonesia karena konsumen belum siap menghadapi kenaikan suku bunga.
Kenaikan suku bunga The Fed akan meningkatkan beban masyarakat Indonesia, melalui bunga KPR, bunga kredit kendaraan bermotor, hingga bunga pinjaman modal usaha akan mengalami kenaikan juga.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani memandang kenaikan suku bunga The Fed akan memberikan dampak kepada Indonesia. Salah satunya pada nilai tukar rupiah, dan rupiah akan terdepresiasi atau melemah.
"Akan tetapi, kekuatan nilai tukar tidak hanya dapat ditentukan oleh faktor global namun juga fundamental ekonomi suatu negara," kata Johanna, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 8 Juni 2022.
Bersiap diri
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah dan Bank Indonesia harus bersiap diri. Di sisi APBN, pelemahan rupiah dapat membebani pembayaran utang dan obligasi dalam dolar, sedangkan dari sisi moneter BI harus dapat menjaga volatilitas dan arus modal asing sehingga pelemahan rupiah dapat tertahan pada level yang masih tergolong aman."Pemulihan ekonomi dan kuatnya fundamental Indonesia akan tetap menjadi penopang pasar saham dan obligasi Indonesia kedepannya," ujarnya
Di sisi lain, menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, kebijakan suku bunga The Fed akan mendorong larinya aliran modal dari negara berkembang termasuk Indonesia ke AS, yang memungkinkan terjadinya capital outflow di mana rupiah akan semakin melemah.
Jika rupiah melemah, ia menambahkan, maka beban utang pemerintah akan meningkat karena banyaknya utang pemerintah dalam bentuk mata uang asing.
(ABD)