"Pembahasan mengenai isu-isu riba, pinjaman, ini sering sekali stigma dimunculkan. Seolah-olah kalau bicara tentang pinjaman kemudian identik dengan riba," kata dia dalam webinar IAEI di Jakarta, Selasa, 6 April 2021.
Ia menyebut, isu riba ini bisa sejalan dengan fenomena suku bunga nol persen atau bahkan negatif yang dijalankan di Eropa. Apalagi jika riba dianggap sebagai pemberian bunga yang melebihi pinjaman pokok, sehingga membebani peminjam.
"Fenomena hari ini dengan suku bunga nol persen atau negatif di Eropa, pemikiran kita apa ini (riba)? Karena kalau disebut riba, Anda mengeksploitasi mengenai asymmetric information," jelas dia.
Sri Mulyani mengungkapkan, perbincangan soal masalah riba sering kali terjadi karena adanya informasi yang tidak lengkap. Dengan kondisi ini, satu sisi akan menerima informasi yang lebih besar meskipun informasi yang disampaikan tidak lengkap.
Ia menegaskan, prinsip yang selalu dikedepankan oleh Islam adalah masalah keadilan. Artinya apabila ada sesuatu yang tidak berdasarkan asas keadilan, maka ini bisa melenceng dari prinsip-prinsip agama Islam. Terlebih dalam Islam pinjam meminjam dibolehkan.
"Praktek-praktek pinjaman tapi yang masih prudent. Di dalam Al-quran pinjam-meminjam itu boleh, tapi harus di-administrasi, dicatat dengan baik, digunakan secara hati-hati," pungkasnya.
(DEV)