Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan penurunan rasio pajak tak terlepas dari kondisi perekonomian dalam negeri. Saat ekonomi dunia melambat, harga komoditas cenderung turun sehingga berimbas pada penerimaan pajak negara.
"Harga komoditas yang menurun, ya memang pembayaran oleh para perusahaan-perusahaan selama ini yang jadi WP juga turun," ujar Ani sapaannya di Gedung Nusantara III DPR RI, Kompleks Senayan, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2019.
Ani berjanji pemerintah akan terus melakukan reformasi perpajakan demi mendorong daya saing investasi dan ekspor. Misalnya, memberikan insentif fiskal untuk memperbaiki keseimbangan eksternal.
"Kita akan terus melaksanakan reform tentu memperhatikan kegiatan ekonomi yang ada," ungkap dia.
Ia pun berharap penerimaan perpajakan tetap positif untuk mendukung pencapaian target rasio perpajakan (tax ratio) pada 2020 sebesar 11,8-12,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kita tentu berharap bahwa kemampuan dalam penerimaan perpajakan kita akan tetap positif," pungkasnya.
Anggota Fraksi Gerindra Bambang Haryo Soekartono sebelumnya mengatakan rasio penerimaan pajak terus menurun seiring terjadinya defisit keseimbangan primer dalam APBN. Hal itu membuat pemerintah terpaksa menarik utang untuk membayar utang yang jatuh tempo.
"Utang untuk membayar utang, kondisi terburuk untuk segera diatasi," ujar Bambang.
Adapun realisasi penerimaan pajak pada 2015 hanya mencapai 83,3 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan capaian realisasi penerimaan pajak 2014 yang mencapai 92 persen dan 93 persen pada 2013.
Selain itu, penerimaan pajak 2016 jauh dari target sebesar 83,4 persen. Capaian penerimaan pajak 2017 dan 2018 masing-masing hanya 91 persen dan 92,4 persen dari target dalam APBN.
(AHL)