"Restrukturisasi dibutuhkan dunia usaha dan juga bank di tengah pandemi," katanya dikutip dari Antara, Selasa, 27 Oktober 2020.
Piter menjelaskan krisis akibat pandemi telah menyebabkan dunia usaha mengalami permasalahan cash flow. Hal ini imbas penerimaan menurun sedangkan pengeluaran tetap besar. Jika tidak dibantu dengan restrukturisasi, akan berpotensi besar menyebabkan kredit macet atau bermasalah.
"Kalau macet tidak hanya perusahaan itu yang mengalami kesulitan tetapi banknya juga," tegasnya.
Piter menambahkan kredit macet tidak hanya menyebabkan pihak perbankan kehilangan keuntungan melainkan juga terjadi penurunan cadangan modal. Melalui kebijakan restrukturisasi kredit, keuntungan perbankan akan merosot tapi akan lebih baik dibandingkan tingginya rasio kredit macet.
"Lebih baik laba turun daripada kredit menjadi macet. Laba tidak hanya turun tapi bank bisa mengalami kerugian dan penurunan modal. Stabilitas perbankan bisa terganggu," tambah dia.
OJK memutuskan untuk memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun untuk membantu mendorong pemulihan ekonomi. OJK segera memfinalisasi kebijakan perpanjangan restrukturisasi ini dalam bentuk POJK termasuk memperpanjang beberapa stimulus lanjutan yang terkait.
Realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan per 28 September 2020 sebesar Rp904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur. Sementara, NPL pada September 2020 sebesar 3,15 persen menurun dari bulan sebelumnya sebesar 3,22 persen.
(Des)