"Kita akan membuat peta jalan dan program yang dijalankan dalam satu project management. Apabila sudah diimplementasikan, nanti kita akan melihat perkembangan efektivitasnya," kata Andri, dilansir dari Antara, Kamis, 13 Januari 2022.
 
Menurutnya sebanyak 80 persen nasabah BNI merupakan generasi muda X dan Y yang menginginkan transaksi digital yang cepat dan efisien. Dengan menyediakan lebih banyak layanan digital, BNI juga perlu memastikan bahwa keamanan transaksi tersebut perlu dijaga.
Salah satu serangan digital yang seringkali terjadi disebabkan oleh nasabah menggunakan username dan password yang sama untuk berbagai platform digital yang mereka gunakan. "Ini biasanya akan dipakai oleh pembajak untuk masuk ke e-commerce yang lain," ucapnya.
Ia mengatakan nasabah perlu terus diingatkan untuk tidak membagikan kode One Time Password (OTP) kepada orang lain karena kejahatan siber juga seringkali disebabkan oleh ketidaktahuan nasabah terkait pentingnya menjaga kode OTP.
"Dari sisi bank sendiri kami akan mengantisipasi dengan menerapkan risk management framework, yang berupa satu proses berkelanjutan untuk mengidentifikasi kejahatan siber, bagaimana prosesnya, upgrade apa yang muncul, kebutuhan, keunikan, dan lainnya," katanya.
Pemetaan dari kebaruan kejahatan siber tersebut yang kemudian akan menjadi dasar dari road map beserta strategi BNI dalam memastikan keamanan digital transaksinya. "Kita juga harus memonitor pihak-pihak internal yang diberi akses ke sistem kita digunakan dengan benar atau tidak. Dipantau dari saat dia menggunakan sampai sesudahnya," pungkasnya.
(ABD)