Pengamat pasar modal Reza Priyambada menyebut backdoor listing umumnya dilakukan oleh suatu perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan go public atau tidak mau perusahaannya dicampuri oleh masyarakat tapi ingin mendapatkan akses ke bursa.
"Ketiadaan adanya aturan yang jelas mengenai praktik backdoor listing di Indonesia menimbulkan ketidakpastian apakah backdoor listing, khususnya yang dilakukan melalui akuisisi perusahaan publik, diperbolehkan menurut undang-undang di Indonesia," katanya dalam diskusi virtual, Selasa, 16 Februari 2021.
Reza menambahkan backdoor listing kerap kali dipergunakan oleh para pemilik modal untuk memiliki saham gorengan. Emiten yang telah dipoles itu umumnya memiliki harga saham yang melonjak tinggi tapi tidak akan bertahan cukup lama.
Misalnya saham PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) yang dimiliki oleh Benny Tjokro, merupakan salah satu contoh backdoor listing yang kurang baik. "Saat ini sahamnya terancam delisting karena telah disuspensi oleh BEI selama 12 bulan. Masyarakat yang memegang sahamnya kini tinggal gigit jari," ucapnya.
Kendati demikian, tidak seluruh saham yang menggunakan mekanisme backdoor listing berujung buntung bagi investor. Bisa saja emiten itu menjadi korporasi yang maju setelah mengubah core bisnisnya.
Pada kesempatan yang sama, pengamat ekonomi dan keuangan Yanuar Rizky menjelaskan oritas bursa mutlak memberikan perlindungan terhadap skema untung dan rugi atas aksi backdoor listing. Salah satunya dengan kewajiban tender offer.
Kewajiban ini merupakan mekanisme yang bagus untuk melindungi kepentingan investor yang tidak setuju dengan rencana aksi korporasi dalam melakukan backdoor listing.
"Penawaran tender offer adalah penawaran untuk membeli sisa saham perusahaan terbuka yang wajib dilakukan oleh pemegang saham pengendali baru," ungkap dia.
(Des)