Meskipun akselerasi industri IKD di Indonesia begitu cepat, namun Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menekankan penyelenggara inovasi keuangan digital tersebut perlu terus didukung oleh regulator seperti OJK, Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"OJK telah membentuk unit khusus bernama pengembangan keuangan digital yang telah dibentuk sejak 2018 dan mulai efektif pada 2019 sampai sekarang. Unit tersebut mengklasifikasi dan melihat model bisnis dari IKD yang biasa disebut proses regulatory sandbox," ujar Wimboh, dalam sebuah webinar, dikutip Kamis, 19 November 2020.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya telah membangun OJK Infinity yang diperuntukan bagi anak muda dan pengusaha yang berkenan untuk mengembangkan ekonomi digital melalui pembentukan startup jasa keuangan. Wadah yang disediakan OJK itu diharapkan dapat mengawal startup jasa keuangan digital demi memberikan manfaat dan rasa aman.
"Ini sangat penting karena masyarakat kita ini literasinya masih rendah. Rata-rata masyarakat kita yang ada di wilayah terpencil dan sudah lama tidak bisa diakses produk keuangan atau e-commerce, sekarang kan bisa diakses melalui digital. Butuh effort yang besar untuk kita edukasi," ungkap Wimboh.
Di sisi lain, Wimboh menyadari aturan fintech lebih sederhana ketimbang jasa keuangan konvensional. Oleh karena itu, setiap code of conduct yang disepakati antara pelaku usaha dan regulator wajib dijalankan dengan baik.
Dia mengimbau agar penyelenggara fintech, khususnya inovasi keuangan digital, menjalankan bisnis sesuai dengan aturan yang ada. Sebab sejauh ini terdapat 2.923 fintech ilegal dan 150 investasi ilegal yang telah ditindak Satgas Waspada Investasi (SWI).
"Angka ini menimbulkan masalah terhadap perkembangan fintech. Untuk itu kita harus bersama-sama melakukan edukasi dan mendisiplinkan para pelaku. Kami otoritas siap sedia untuk meng-enforce secara hukum," pungkas Wimboh.
(ABD)