Dikutip dari Xinhua, Kamis, 26 November 2020, Kanselir Keuangan Inggris Rishi Sunak mengatakan kepada anggota parlemen Inggris bahwa Office of Budget of Responsibility (OBR) tidak memprediksi ekonomi untuk kembali ke level sebelum virus korona hingga akhir 2022.
Sunak mengatakan kerusakan fiskal pandemi kemungkinan akan berlangsung lama dan mengutip angka dari OBR yang memperkirakan pengangguran akan mencapai puncaknya pada 7,5 persen, atau 2,6 juta orang, pada kuartal kedua 2021. Dia memperingatkan bahwa darurat ekonomi baru saja dimulai saat dia meluncurkan Ulasan Pengeluaran pertamanya setelah krisis virus korona.
Dalam Spending Review, dia mengatakan pemerintah Inggris telah menghabiskan 280 miliar pound (sekitar USD374,1 miliar) untuk tanggapannya terhadap krisis virus korona dan bermaksud untuk menghabiskan 55 miliar poundsterling (sekitar USD73,5 miliar) tahun depan untuk mengatasi pandemi.
Sementara itu, pinjaman publik ditetapkan pada 394 miliar poundsterling (sekitar USD526,4 miliar) pada tahun keuangan 2020/2021 saat ini. Angka ini setara dengan 19 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris.
Untuk mendorong pertumbuhan dan mendukung pekerjaan, dia mengatakan bahwa Inggris diperkirakan menghabiskan 100 miliar poundsterling (USD133,6 miliar) belanja modal tahun depan untuk infrastruktur.
Selain itu, Inggris akan mendirikan bank infrastruktur baru, yang berkantor pusat di utara Inggris, untuk bekerja dengan sektor swasta guna mendanai proyek-proyek investasi besar baru di seluruh negeri.
Pernyataan Sunak datang hanya satu hari setelah Inggris mencatat jumlah kematian harian covid-19 tertinggi sejak 12 Mei pada Selasa, 24 November 2020.
Kematian terkait virus korona di Inggris naik 608 menjadi 55.838, menandai jumlah kematian harian tertinggi sejak 12 Mei, menurut angka resmi yang dirilis Selasa.
Untuk menghidupkan kembali kehidupan normal, negara-negara seperti Inggris, Tiongkok, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat berpacu dengan waktu untuk mengembangkan vaksin virus korona.
(SAW)