Mengutip BBC, Rabu, 17 Februari 2021, ekonomi Jepang turun 4,8 persen sepanjang 2020 kendati indeks Nikkei Jepang sempat mencapai 30 ribu untuk pertama kalinya sejak 1990. Ekonomi terbesar ketiga di dunia itu mengalami kontraksi kuartalan terburuk usai perang antara April dan Juni 2020, karena pandemi global menghantam konsumsi domestik dan ekspor.
Tetapi konsumsi dan ekspor, yang keduanya merupakan penggerak utama ekonomi Jepang, juga memicu kebangkitan kembali di paruh kedua tahun ini. Konsumsi swasta, yang merupakan lebih dari setengah ekonomi, naik 2,2 persen pada kuartal terakhir 2020, melambat dari peningkatan 5,1 persen pada kuartal sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat secara global pada kuartal ketiga dan keempat juga membantu pebisnis Jepang menjual lebih banyak produk mereka ke luar negeri. Pertumbuhan tahunan -yang mengasumsikan pertumbuhan kuartal akan dipertahankan sepanjang tahun- adalah 12,7 persen, menunjukkan Jepang dapat berada di jalur pemulihan yang kuat dan cepat.
Tetapi pertumbuhan masih rapuh, dan dapat terhambat oleh pembatasan yang bertujuan untuk membatasi gelombang covid-19 lainnya. Takumi Tsunoda, ekonom senior di Shinkin Central Bank Research, memperkirakan pemulihan akan sulit karena Jepang tertinggal dari ekonomi barat dalam distribusi vaksin.
"Kondisinya sedemikian rupa sehingga Jepang tidak dapat menghindari pertumbuhan negatif pada kuartal pertama. Ada kemungkinan besar bahwa akan ada siklus berulang dari infeksi virus korona yang menyebar dan diatasi tahun ini, yang berarti konsumsi tidak mungkin pulih pada kecepatan yang diharapkan," pungkasnya.
(ABD)