Jonan menjelaskan subsidi solar dialokasikan Rp1.000 per liter dengan asumsi ada penyesuaian harga ke masyarakat. Jonan mengatakan penyesuaian juga sangat tergantung pada kondisi pergerakan harga minyak dunia. Kalau diasumsikan Rp1.000 maka harga solar harus naik kira-kira Rp6.000 atau naik kurang lebih Rp1.000.
"Kan sekarang harganya Rp5.150, kalau ditambah Rp1.000 jadi Rp6.150, kalau plus pajak Rp7.000. Jadi mestinya harga solar dari Rp5.150 berpotensi naik menjadi Rp6.000-an atau naik Rp1.000 jadi Rp6.150. Ini tergantung harga minyak," kata Jonan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 28 Agustus 2019.
Jonan mengakui harga jual eceran solar mengalami penyesuaian jika harga minyak dunia menguat dan subsidi asumsi subsidi Rp1.000 per liter. Dia kemudian mengilustrasikan harga minyak berada di level USD70 per barel seperti pada penetapan subsidi di APBN 2019.
Pada level harga minyak tersebut maka harga jual minyak sekitar Rp6.600-Rp6.700 per liter. Sementara harga jual eceran solar subsidi sebesar Rp5.150 per liter. Oleh sebab itu, di 2019 subsidi solar ditetapkan Rp2.000 per liter.
"Kita enggak bisa tahu per Januari 2020 harga minyak berapa. Kalau misalnya Brent jatuh di USD55 per barel maka kalau subsidi Rp1.000 per liter cukup," ujar dia.
Samentara itu, Anggota Komisi VII Fraksi Gerindra Kardaya Warnika keberatan apabila ada kenaikan harga solar. Dia bilang solar banyak digunakan oleh industri. Artinya apabila ada kenaikan harga maka akan memukul industri dan berdampak bagi ekonomi nasional.
"Menurut saya jangan Rp1.000, tetap Rp1.500. Kembali ke hasil raker pada 20 Juni yaitu Rp1.500. Saya usulkan Rp1.500," pungkas Kardaya.
(ABD)