"Kalau berturut-turut keuangan kita seperti ini maka kita bisa IPO di 2022," ujar Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar di Kantor MRT, Wisma Nusantara, Jakarta, Rabu, 27 November 2019.
Menurutnya, MRT harus menjadi perusahaan terbuka agar dapat dikontrol oleh masyarakat. "Dan laporan keuangan bisa ditaruh di website dan informasi ini bisa dilihat oleh publik," ungkap dia.
William mengungkapkan MRT masih merupakan perusahaan tertutup dengan mayoritas saham dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta. Saham Pemprov DKI mencapai 99.98 persen, sisanya 0,02 persen dimiliki PD Pasar Jaya.
"Sekarang kan masih tertutup perusahan milik pemda," imbuh dia.
Namun demikian, ia belum memproyeksi kisaran saham yang dilepas ke publik ari modal yang akan ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.
"Terlalu jauh, nanti kita lihat," tegasnya.
MRT Jakarta sebelumnya berhasil meraih laba bersih sebesar Rp60 miliar pada tahun pertama beroperasi. Laba tersebut didorong oleh pendapatan MRT yang mencapai Rp1 triliun di 2019.
Total pendapatan itu bersumber dari tiket penumpang sebesar Rp180 miliar, komponen non farebox Rp225 miliar, pendapatan public service obligation (PSO) atau subsidi Rp560 miliar dan pendapatan dari kurs dan selisih bunga Rp40 miliar.
Adapun komponen non farebox merupakan penyumbang terbesar pendapatan. Di antaranya periklanan berada pada posisi pertama sebesar 55 persen. Pendapatan berikutnya bersumber dari jual hak nama (naming right) lima stasiun sebesar 33 persen, disusul jaringan komunikasi dan penyewaan ruang komersial atau retail masing-masing sebesar 2 persen dan 1 persen.
(SAW)