Ia menyebut pada 2018, Indonesia membelanjakan USD173 miliar untuk membeli makanan dan minuman halal dari luar negeri, atau mencapai 12,6 persen dari pangsa produk makanan halal dunia.
"Sampai saat ini, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia justru hanya menjadi konsumen produk halal dunia. Jangankan untuk menjadi pemain global, memenuhi kebutuhan makanan halal domestik kita harus mengimpor," kata Ma'ruf dalam webinar, Rabu, 3 Maret 2021.
Menurutnya, sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah. Apalagi, kelas menengah muslim dengan halal awareness yang semakin tinggi menjadikan peluang besar untuk menumbuhkan industri halal di sektor halal food, halal fashion, halal healthcare, dan halal travel di dalam negeri.
Di sisi lain, Ma'ruf juga melihat, pasar halal global memiliki potensi yang sangat besar. Pada 2018, konsumsi produk pasar halal dunia mencapai USD2,2 triliun dan diperkirakan akan mencapai USD3,2 triliun pada 2024.
Dengan perkiraan penduduk muslim yang akan mencapai 2,2 miliar jiwa pada 2030, maka angka perekonomian pasar industri halal global ini akan terus meningkat dengan pesat dan ini bisa menjadi pasar bagi industri halal Indonesia.
"Dengan fakta tersebut, sudah saatnya Indonesia membangun dan memperkuat industri produk halal," ucapnya.
Adapun target jangka pendek industri halal, kata Ma'ruf, harus bisa memenuhi kebutuhan domestik. Sementara dalam jangka panjang, dapat memenuhi kebutuhan global sehingga dapat meningkatkan kinerja ekspor.
(DEV)