Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan kebutuhan elpiji memang semakin meningkat di masa mendatang. Apalagi tahun lalu, kebutuhan LPG tercatat sebesar delapan juta ton, dan sebanyak enam juta tonnya dipenuhi lewat impor.
Sementara itu, kebutuhan elpiji ke depan bakal naik menjadi 8,8 juta ton di 2025 dan meningkat menjadi 9,7 juta ton di 2030.
"2030 tidak impor lagi targetnya. Nanti bisa dipenuhi dari DME yang produksinya bisa mencapai 4,5 juta ton," kata Arifin di Jakarta, Selasa, 19 Januari 2021.
Arifin meyakini pabrik gasifikasi sudah mulai beroperasi di 2025, sehingga produk DME sudah bisa diproduksi sebanyak 1,4 juta ton per tahun. Hal ini akan mengurangi jatah impor LPG di 2025 menjadi 1,4 juta ton.
Selain mengandalkan DME, kebutuhan LPG di 2030 juga akan dipenuhi dari produksi dalam negeri 1,2 juta ton serta penggunaan jaringan gas (jargas) maupun kompor listrik yang ditargetkan masing-masing sudah setara 1,1 juta ton LPG. Lalu ada LPG dari kilang sebesar 1,8 juta ton.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Jepang ini menambahkan proyeksi tidak lagi impor elpiji dan menggantinya dengan DME sudah tertuang dalam Grand Strategi Energi (GSE).
Selain itu, kelebihan produksi metanolnya juga bisa dialihkan untuk substitusi produk lainnya seperti gasoline, olefin serta kebutuhan industri lainnya.
"Optimalisasi produksi metanol dari PKP2B menjadi DME dapat memenuhi kebutuhan substitusi LPG dalam negeri," pungkas Arifin.
(Des)