Jakarta: Provinsi Sulawesi Selatan resmi menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan 2022-2041 pada 22 April 2022.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Victor Gustaaf Manoppo menjelaskan, perda tersebut menjadi produk hukum pertama hasil integrasi dokumen final Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Pascaterbitnya PP tersebut, dari 34 provinsi, 24 provinsi menyatakan terdapat perubahan materi teknis muatan perairan pesisir sehingga perlu menyusun materi teknis perairan pesisir," jelasnya dalam keterangan resmi, Senin, 16 Mei 2022.
Penyusunan materi teknis itu juga sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut. Sedangkan, 10 provinsi lainnya menyatakan tidak ada perubahan materi teknis muatan perairan pesisir, sehingga dapat dilakukan proses integrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi.
Provinsi itu antara lain Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Papua Barat.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah 21/2021, materi teknis muatan perairan pesisir pada rencana tata ruang wilayah provinsi berupa dokumen final RZWP-3-K terdiri atas rencana tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang laut provinsi, struktur ruang laut, rencana pola ruang laut dan alur migrasi biota laut serta arahan pengelolaan ruang laut.
Selain itu, materi teknis muatan perairan pesisir pada rencana tata ruang wilayah provinsi harus mempertimbangkan aspek kedaulatan dan kesatuan wilayah, keberlanjutan, kesatuan ekosistem, pengarusutamaan ekonomi biru dan kebencanaan.
KKP menerangkan, produk hukum itu sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono soal penataan ruang laut secara berkelanjutan. Ini dianggap menjadi instrumen mendasar untuk mendorong pembangunan di wilayah pesisir dan laut melalui pengembangan ekonomi biru (blue economy).
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Victor Gustaaf Manoppo menjelaskan, perda tersebut menjadi produk hukum pertama hasil integrasi dokumen final Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Pascaterbitnya PP tersebut, dari 34 provinsi, 24 provinsi menyatakan terdapat perubahan materi teknis muatan perairan pesisir sehingga perlu menyusun materi teknis perairan pesisir," jelasnya dalam keterangan resmi, Senin, 16 Mei 2022.
Penyusunan materi teknis itu juga sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut. Sedangkan, 10 provinsi lainnya menyatakan tidak ada perubahan materi teknis muatan perairan pesisir, sehingga dapat dilakukan proses integrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi.
Provinsi itu antara lain Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Papua Barat.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah 21/2021, materi teknis muatan perairan pesisir pada rencana tata ruang wilayah provinsi berupa dokumen final RZWP-3-K terdiri atas rencana tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang laut provinsi, struktur ruang laut, rencana pola ruang laut dan alur migrasi biota laut serta arahan pengelolaan ruang laut.
Selain itu, materi teknis muatan perairan pesisir pada rencana tata ruang wilayah provinsi harus mempertimbangkan aspek kedaulatan dan kesatuan wilayah, keberlanjutan, kesatuan ekosistem, pengarusutamaan ekonomi biru dan kebencanaan.
KKP menerangkan, produk hukum itu sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono soal penataan ruang laut secara berkelanjutan. Ini dianggap menjadi instrumen mendasar untuk mendorong pembangunan di wilayah pesisir dan laut melalui pengembangan ekonomi biru (blue economy).
(Des)