Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan pemerintah setelah terbitnya Permenperin tersebut. Salah satunya adalah aspek persaingan usaha bagi pelaku industri.
"Sebaiknya direvisi dengan mempertimbangkan aspek persaingan usaha yang sehat dan tertib administrasi dan koordinasi antar kebijakan," kata dia dalam webinar di Jakarta, Rabu, 7 April 2021.
Tauhid mempertanyakan terbitnya aturan ini yang diklaim untuk memenuhi kebutuhan gula kristal putih untuk konsumsi dan gula kristal rafinasi bagi industri. Padahal sebelum adanya aturan ini, ia menyebut bahwa pasokan masih terjamin meski harus impor.
"Apa selama ini tidak terjamin? Padahal impor bebas saja dan cenderung meningkat. Apa karena harga internasional meningkat? Padahal umumnya, impor dilakukan dengan menggunakan sistem kontrak yang terjamin ketersediaannya," ungkapnya.
Untuk itu, ia mengusulkan kepada para pelaku usaha yang dirugikan untuk mengajukan keberatan secara resmi baik melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atau Ombudsman. Tujuannya agar para pihak yang dirugikan bisa mendapatkan kepastian usaha yang adil.
Ia menambahkan, Permenperin 3/2021 sendiri membuka celah rembesan gula rafinasi masuk ke pasar dan berpotensi ada mal administrasi. Sebab dalam aturan Permenperin ini tidak diperlukan perubahan rekomendasi dalam hal terdapat perubahan tempat pemasukan.
"Perlu adanya peningkatan pengawasan dan membangun sistem terintegrasi agar mencegah 'rembesan' gula rafinasi mengingat hingga hari ini tidak ada data yang valid dan konsumen tetap dirugikan, termasuk petani tebu," pungkas dia.
(DEV)