Pasalnya, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengeluarkan surat larangan ekspor batu bara sementara, mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022.
Hal tersebut membuat geram perusahaan-perusahaan tambang yang menjalankan bisnisnya melalui ekspor di tengah meroketnya harga komoditas dunia.
Lantas, apa yang dimaksud DMO Batu bara?
DMO batu bara merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menjamin pasokan sumber energi primer dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 
Aturan DMO batu bara ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/202 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri.
Dalam beleid tersebut, pemegang Izin Usaha Pertambangan tahap kegiatan Operasi Produksi Batubara, Izin Usaha Pertambangan Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi Batubara, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara tahap Operasi Produksi dan Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak wajib menjual sebesar 25 persen dari rencana jumlah produksi batu bara tahunan yang disetujui oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Batu bara tersebut akan digunakan untuk kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik dan bahan baku industri.
Jika perusahaan pemegang izin usaha tidak memenuhi persentase penjualan batu bara dalam negeri, maka akan terkena pelarangan ekspor selama mereka memenuhi kontrak penjualan tersebut. Selain pelarangan ekspor, perusahaan pemegang izin usaha juga bisa terkena denda.
Adapun mengenai harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum adalah sebesar USD70 per metrik ton Free on Board (FOB) vessel yang didasarkan atas spesifikasi acuan kalori kcal/kg GAR, total moisture delapan persen, dan ash 15 persen.
(Des)