“Selain itu, juga untuk melindungi keamanan, kesehatan, dan keselamatan anak Indonesia,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih melalui keterangan tertulis, Rabu, 11 November 2020.
Gati menjelaskan regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan SNI Persyaratan Zat Warna Azo, Kadar Formaldehida dan Kadar Logam Terekstraksi pada Kain untuk Pakaian Bayi secara Wajib. Standardisasi juga berperan sebagai acuan dalam pemantapan struktur industri sesuai dengan kebutuhan pasar.
“Selain itu, pemberlakuan standardisasi dilakukan sebagai perlindungan konsumen khususnya dari serbuan produk impor berkualitas rendah dan membahayakan kesehatan, keamanan, keselamatan, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup,” ungkapnya.
Sejak 2015 Kemenperin telah memfasilitasi pendampingan dan sertifikasi SNI pakaian bayi kepada 148 pelaku IKM. Dukungan tersebut antara lain tentang kelonggaran perpanjangan sementara masa pengurusan sertifikasi SNI pakaian bayi secara wajib.
“Jadi, masa berlaku SPPT SNI pakaian bayi yang tadinya selama enam bulan, diperpanjang menjadi 12 bulan terhitung dari sejak tanggal berakhirnya SPPT SNI pakaian bayi yang dimiliki terakhir,” ungkap Gati.
(Des)